Analisis Dampak Buruk Narkotika Dan Mekanisme Pemusnahan Barang Bukti Narkotika di Lubuklinggau

Penulis : Rah Zainal

Dosen pembimbing: Devi Anggreni

Program Studi Hukum, Universitas Bina Insan, Lubuklinggau

 

ABSTRACT
Narcotics in Indonesia are prohibited from being distributed and used for abuse, this is as intended in the provisions of Article 114 paragraph (2) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. Narcotics are used as evidence in a trial based on a court decision that has permanent legal force. Furthermore, the narcotics evidence will be destroyed by the prosecutor’s office in accordance with the provisions of Article 91 paragraph (2) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. The type of research used is empirical legal research, where empirical legal research is a scientific research model, both qualitative and quantitative, that is empirical-socio-legal in nature, to answer questions and hypotheses that have previously been prepared deductively. The research location is the Asahan District Prosecutor’s Office. The mechanism for destroying narcotics evidence at the Asahan District Prosecutor’s Office is carried out by involving several related regional government agencies such as: BNN, Health Service, Environment Service where evidence is destroyed by: burning, blending, throwing into the sea. The obstacles in destroying narcotics evidence at the Asahan District Prosecutor’s Office are the lack of human resources, inadequate equipment and lack of budget to carry out the destruction of narcotics.
Keyword : Narcotics,Evidence,Extermination

PENDAHULUAN
Narkotika adalah zat atau obat dari tanaman baik sentesis maupun semi sentetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa dan sampai dapat menimbulkan ketergantungan. di Indonesia sendiri narkotika dilarang untuk diedarkan dan dipergunakan untuk disalahgunakan. Barang siapa yang terbukti melakukan tindak pidana narkotika akan di lakukan penahanan Selanjutnya barang bukti narkotika tersebut akan dilakukan pemusnahan oleh kejaksaan sesuai dengan ketentuan Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Narkotika dijadikan barang bukti dalam persidangan atas perintah putusan pengadilan yang telah berkekutan hukum tetap. Sementara itu kewenangan penyidik dalam melakukan pemusnahan barang bukti tersebut, tertuang pada pasal 75 huruf k Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Aturan tersebut menjadi dasar dilakukannya pemusnahan barang bukti narkotika yang selama ini dilakukan BNN RI sebagai leading institution Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Indonesia

Dasar penetapan barang bukti dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika didasarkan pada pemeriksaan awal terhadap pelaku, yaitu melalui tes urine. Tes urine yang dinyatakan positif mengandung unsur narkotika dan pelaku memiliki narkotika dapat dikategorikan sebagai pelaku penguna, apabila pada tes urine tidak ditemukan adanya unsur narkotika, maka pelaku dapat digolongkan sebagai pengedar atau pengangkut narkotika. Barang bukti memiliki peran dalam mengungkap kebenaran telah terjadinya suatu tindak pidana narkotika Faktor penyebab terjadinya hambatan dalam penyelidikan dan penyidikan guna pembuktian tindak pidana narkotika adalah akibat ketiadaan barang bukti dalam penyidikan tindak pidana narkotika dan akibat ketidakseragaman dalam menentukan barang bukti. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor yang berasal penyidik (intern) dan faktor dari luar penyidik (ekstern).

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam penyelidikan dan penyidikan guna pembuktian tindak pidana narkotika adalah dengan melakukan peningkatan pengetahuan anggota satreskrim unit narkoba dalam penguasaan perundang-undangan dan teknologi pendukung, melakukan olah TKP sesegera mungkin guna meminimalisir hilangnya barang bukti, melakukan kerja sama dengan satres unit narkoba dari wilayah kepolisian lain guna menangkap pelaku dan juga mengupayakan segera mungkin memperoleh izin penyitaan dari pengadilan.

Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Lubuklinggau Bpk. AKBP Himawan Bagus Riyadi, S.Si menghadiri pemusnahan barang bukti Kejaksaan Negeri Lubuklinggau berupa Narkotika jenis Shabu-shabu sebnyak 983,62 gram, (0,98362 kilogram), Pil Ekstasi sebanyak 31 (tiga puluh satu) Butir dan Ganja kering sebanyak 100 gram yang dimusnahkan dengan cara diblender, pemusnahan ini guna meminimalisir kemungkinan terburuk seperti bahaya kecurigaan, dan penyalahgunaan barang rampasan oleh oknum itu sendiri.

Beragam wujud Narkotika ini tak cuma berlangsung di Kota Lubuklinggau tapi di seluruh wilayah indonesia, bahkan efek narkotika sudah merambah ke wilayah pelosok. Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mengunakan narkoba yaitu Keinginan untuk mencoba, ingin tampil beda, kurang percaya diri, akhirnya menjadi adiksi (ketergantungan). Menggunakan narkoba sebagai gaya hidup (life style),Pengaruh lingkungan, pergaulan yang salah, tekanan kelompok sebaya (peer group), dipaksa, diancam, dijebak akhirnya terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba.Tekanan kerja, tekanan belajar, sehingga mencari cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh (self endurance) melalui penyalahgunaan narkoba.

KAJIAN PUSTAKA
Penegakan hukum pula ialah sebuah upaya guna merealisasikan gagasan keadilan, kepastian hukum, serta kebermanfaatan sosial jadi nyata yang kerap dikonklusikan selaku golongan utama dari maksud hukum. Maka penegakan hukum pada hakikatnya ialah proses realisasi gagasan tersebut. Penegakan hukum secara nyata ialah berlakunya hukum positif di prakteknya, yang hendaknya patut guna ditaati. Maka, memberi keadilan di sebuah kasus bermakna menetapkan hukum in concreto guna menjaga serta menjamin guna dipatuhinya hukum materil bersama memakai cara prosedural yang ditentukan hukum formal (Soekanto, 2016)
Selaku sebuah proses yang sifatnya sistematis, penegakan hukum pidana memperlihatkan diri selaku pengimplementasian hukum pidana (criminal law application) yang proses pengimplementasiannya dilakukan aparatur penegak hukum bersama kedudukan serta kegunaan mereka diawali dari Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Advokat serta tak kalah utamanya terdapatnya posisi serta aktif dari warga guna menanggung tegaknya serta ditaatinya suatu peraturan hukum.

Hukum ialah sebuah norma ataupun kaidah yang bermuatan larangan serta perintah yang mengontrol hidup manusia. Menurut Prof. Dr. P. Borst, hukum yakni semua aturan guna perilaku manusia di masyarakat, yang penyelenggaraannya mampu di paksakan serta bermaksud memperoleh tata ataupun keadilan. Hukum pidana ialah sebuah aturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” bermakna perihal yang “dipidanakan”, yakni oleh instansi yang berkuasa diberi ke oknum selaku perihal yang tak enak dirasakannya serta pula perihal yang tidak sehari-hari diberikan (Prodjodikoro, 2003).

Ada dua argumen yang berbeda mengenai maksud dari keberadaan hukum pidana. Sesuai argumen yang pertama, maksud hukum pidana ialah guna menjaga rakyat dari kriminalitas. Ialah sebuah kenyataan jika di rakyat terdapat kriminalitas, hingga diselenggarakannya hukum pidana ialah guna menjaga warga dari berlangsungnya kriminalitas.

Sesuai argumen yang kedua, maksud hukum pidana ialah menjaga orang dari kemungkinan kesewenangan penguasa. Argumen ini dibasiskan sebuah titik tolak kekuasaan condong disalahgunakan, hingga diselenggarakan hukum pidana justru guna membatasi kekuasaan penguasa.
Narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang. Sementara menurut UU Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan. Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan ketenangan. Penyalah gunaannya bisa terkena sanksi hukum.

Narkotika terdapat beberapa golongan yaitu :
a. Narkotika golongan 1 seperti ganja, opium, dan tanaman koka sangat berbahaya jika dikonsumsi karena beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan;
b. Sementara narkotika golongan 2 bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai dengan resep dokter. Jenis dari golongan ini kurang lebih ada 85 jenis, beberapa diantaranya seperti Morfin, Alfaprodina, dan lain-lain. Golongan 2 juga berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan
c. Dan yang terakhir, narkotika golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup ringan dan banyak dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa jenis narkoba yang bisa didapatkan secara alami namun ada juga yang dibuat melalui proses kimia. Jika berdasarkan pada bahan pembuatnya, jenis-jenis narkotika tersebut di antaranya adalah:

Narkotika Jenis Sintetis
Jenis yang satu ini didapatkan dari proses pengolahan yang rumit. Golongan ini sering dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan dan juga penelitian. Contoh dari narkotika yang bersifat sintetis seperti Amfetamin, Metadon, Deksamfetamin, dan sebagainya.

Narkotika Jenis Semi Sintetis
Pengolahan menggunakan bahan utama berupa narkotika alami yang kemudian diisolasi dengan cara diekstraksi atau memakai proses lainnya. Contohnya adalah Morfin, Heroin, Kodein, dan lain-lain.
Tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 entang Narkotika, berikut ini kutipan pasal diantaranya :
• Kepemilikan
Orang yang memiliki tanaman ganja dipenjara 4 s.d 12 tahun (Pasal 111 ayat (1)), sementara jika memiliki tanaman ganja lebih dari 1 kg atau 5 batang dipenjara5 s.d 20 tahun (Pasal 111 ayat (2)).
Orang yang memiliki narkoba jenis inex, ekstasi, sabu, putau, heroin, kokain dipenjara 4 s.d 12 tahun (Pasal 112 ayat (1)), sementara jika memiliki lebih dari 5 gram dipenjara 5 s.d 20 tahun (Pasal 112 ayat (2)).
• Produsen
Orang yang membuat narkoba dipenjara 5 s.d 15 tahun (Pasal 113 ayat (1)), sementara jika orang membuat narkoba lebih dari 1 kg ganja atau 5 gram jenis ineks, ekstasi, sabu, putau, heroin, kokain dipenjara 5 s.d 20 tahun (Pasal 113 ayat (2)).
• Pengedar
Orang yang mengedarkan narkoba dipenjara 5 s.d 20 tahun (Pasal 114 ayat (1)), sementara jika melebihi 1 kg atau 5 batang ganja dan melebihi 5 gram jenis ineks, ekstasi, sabu, putau, heroin, kokain dihukum mati (Pasal 114 ayat (2)).
• Kurir
Orang yang menjadi kurir narkoba dipenjara 4 s.d. 12 tahun (Pasal 115 ayat (1)), sementara sementara jika melebihi 1 kg atau 5 batang ganja dan melebihi 5 gram jenis ineks, ekstasi, sabu, putau, heroin, kokain dihukum mati (Pasal 115 ayat (2)).
• Pemakai
Orang yang memakai narkoba dipenjara 1 s.d 4 tahun (Pasal 127 ayat (1)).

Wajib Lapor
Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 54). orang tua dari pencandu dewasa dan anak wajib lapor ke Puskesmas/Rumah Sakit/Lembaga Rehabilitasi (Pasal 55 ayat (1) dan (2)) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/615/2016 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor.
Orang tua atau wali dari pecandu dewasa dan anak yang tidak lapor dikenai sanksi kurungan 6 bulan (Pasal 128 ayat (1)).
Bagi pecandu dewasa wajib lapor ke Puskesmas/Rumah Sakit/Lembaga Rehabilitasi (Pasal 55 ayat (2)) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/ 615/2016 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor.
Bagi pecandu dewasa yang tidak lapor dikenai sanksi kurungan 6 bulan (Pasal 134 ayat (1)).

METODE PENELITIAN
Jenis studi yang dipakai di studi ini ialah hukum empiris. Maksud empiris ialah metode yang dapat dipakai, dilihat serta diobservasi individu lainnya (Sugiyono, 2017). Penelitian hukum empiris ini adalah studi yang menitikberatkan pada penelitian dalam sesuatu kegiatan ataupun kondisi dari obyek studi dengan keseluruhan berbasiskan terhadap pernyataan yang ada, dan membangun konsep yang sudah ada (Amiruddin & Asikin, 2018). Pada studi empiris ini peneliti langsung meneliti di lapangan. Perhatian terutama dari macam peneletian empiris ini ialah informasi yang didapat sesuai observasi peneliti yang berlangsung secara nyata serta dilihat sesuai data yang didapat.

Sifat studi ini yaitu penelitian deskriptif yang bermaksud guna gambaran sistematis, factual, serta akurat mengenai fakta serta sifat obyek ataupun obyek tertentu.
Adapun jenis data yang penulis peroleh adalah:

1. Sumber Data Primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung lewat responden. Data ini didapatkan secara langsung dari rakyat, karyawan instansi pemerintahan, swasta serta dari sumber lain, yang utama data itu wajib berkaitan langsung bersama pokok persoalan yang hendak dikaji serta berwujud data tidak resmi yang akan diteliti penulis.
2. Sumber Data sekunder ialah data yang sudah ada yang terancang serta telah dibuat wujud dokumen. Adapun sumber data sekunder dapat berupa buku, jurnal, skripsi/tesis, dan artikel artikel hukum.
Teknik dalam penghimpunan data berdasarkan yang dilaksanakan penulis dapat menyempurnakan apa yang diperlukan yaitu dengan teknik Observasi, Wawancara, serta Dokumentasi, dan juga dengan Penelitian Perpustakaan guna mencari literatur yang bersangkutan.
Adapun lokasi penelitian adalah dalam Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Lubuklinggau Jl.Yossudarso No 19, Dempo, Kec. Lubuklinggau timur II. Dengan pembatasan lokasi penelitian ini agar dapat menjadi lebih fokus dan mengakaji lebih dalam pada Kepolisian Resor Kota Lubuklinggau dan mampu memberikan manfaat yang lebih besar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

NARKOBA merupakan singkatan dari NARkotika, PsiKOtropika, dan Bahan Adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang. (UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Psikotropika merupakan zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan adiktif adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif di luar Narkotika dan Psikotropika dan dapat menyebabkan kecanduan.

Dampak Narkoba

Depresan
Obat Penenang (Sedatis) yang bekerja pada sistem syaraf. Memberikan rasa rileks, kurangi ketegangan, kegelisahan serta tekanan mental. Namun cenderung akibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Heroin, Alkohol, dll
Stimulan
Zat yg mengaktifkan, memperkuat, meningkatkan aktivitas dari system syaraf. Dapat menghilangkan nafsu makan, bersifat memabukkan, meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan muntah-muntah. Dapat menyebabkan tindak kekerasan, agresif, tidak dapat menilai segala sesuatu secara jernih, bahkan sakit jiwa. Contoh:Kokain, Sabu, Ecstasy, dll.
Hallucinogen
Mengganggu persepsi panca indra dalam merespon rangsangkan. Akibatkan perubahan mental yang hebat seperti gelisah, berkhayal, gila.

Pada upaya melaksanakan penelitian ini, Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Lubuklinggau Bpk. AKBP Himawan Bagus Riyadi, S.Si menghadiri pemusnahan barang bukti Kejaksaan Negeri Lubuklinggau berupa  Narkotika jenis Shabu-shabu sebnyak 983,62 gram, (0,98362 kilogram), Pil Ekstasi sebanyak 31 (tiga puluh satu) Butir dan Ganja kering sebanyak 100 gram yang dimusnahkan dengan cara diblender, pemusnaan ini guna meminimalisir kemungkinan terburuk seperti bahayakecurigaan,dan penyalahgunaan barang rampasan. mendapatkan data dengan cara melakukan wawancara di Kepolisian Resor Kota Lubuklinggau.
Jenis Gol I Gol II Gol III
Tanam,pelihara,miliki,simpan, kuasai, sediahkan 4 s/d 12th denda
800jt s/d 8M 3 s/d 10th
Denda 600jt s/d 5M 2s/d 7th denda 400jt s/d 3M
Produksi, impor, ekspor atau salurkan 5 s/d 15th denda
1M s/d 10M 4 s/d 12th denda 800jt s/d 8M 3 s/d 10th denda 600jt s/d 5M
Tawarkan u/ dijual,dibeli, terima, jd prantara 5 s/d 20th denda 1M s/d 10M 4s/d 12th denda 800jt s/d 8M 3s/d10th denda 600jt s/d 5M
Bawa, kirim, angkut,transito 4s/d 12th denda 800jt s/d 10M 3s/d 10th denda 600jt s/d 6M 2s/d7th denda 400jt s/d 3M
Gunakan thdp org lain, berika untuk digunakan org lain 5s/d 15th denda 1M s/d 10M 4s/d 12th denda 800jt s/d 8M 3s/d 10th denda 600jt s/d 5M
penyalah guna diri sendiri PSL 127 maks 4th PSL 127
Maks 2th PSL Maks 1th
Sumber: deputi bidang pencegahan badan narkotika nasional bekerjasama dengan directorat jendral bina pemerintah desa kementrian dalam negeri

KESIMPULAN
Sesuai capaian studi serta penjabaran yang sudah dijabarkan di atas, maka Penulis membuat konklusi yakni Analisis dan mekanisme pemusnahan barang bukti narkotika dikota lubuk linggau, dilakukan bersama cara menerapkan ketentuan yang terdapat pada Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Hambatan dan Upaya penegakan hukum pada pelaku tindak pidana narkotika yaitu seperti:
1. Kurangnya peran serta masyarakat untuk mengawal kasus narkotika dan lahirnya bentuk jiwa sosial yang bersifat afatis
2. Bagi pengguna narkoba masih dianggap tabuh oleh masyarakat karena masyarakat masih bersangkut paut dengan keluarga penguna.
3. Kurangnya tempat rehabilitasi dan keluarga yang bersangkutan tidak mau bekerja sama.
4. Rendahnya hukuman bagi pengguna Narkotika,bahkan terkadang pengguna hanya di hukum rehap.

DAFTAR PUSTAKA
SAlesena,(2009).jenis-jenis narkotika. Jakarta: PT Fajar Interpratama Offset.
Polres Kota Lubuklinggau. Sumatera Selatan www.polreskotalubuklinggau.com
Djubaedah, N. (2011). Ungang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. (Tarmizi, Ed.). Jakarta.
Faisal. (2012). MENEROBOS POSITIVISME HUKUM Kritik
Terhadap Peradilan Asrori. Jakarta: Gramata Publishing
Zulkifli Ismail. (2019) Jurnal Krtha Bayangkara dengan judul “Peran Hukum Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Sabung Ayam Pada Masa yang Akan Datang Melalui Pendekatan Non Penal” dengan nomor ISSN: 2721-5784, Vol.13.No. 1
Irsyad Dhahri,(2017) Jurnal Supremasi dengan judul “Tinjauan Kriminologi Tentang Tindak Pidana Perjudian Sabung Ayam di Kabupaten Bone (Studi pada Polres Bone)” dengan nomor ISSN: 1412-517X, Vol. XII. No.1
Hiariej, o. s. E. (2014). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (5th ed.). yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Ishaq. (2012). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. (Y. Ali & Tarmizi, Eds.) (1st ed.).Jakarta: Sinar Grafika.
Kartono, K. (2015). Patologi Sosial (2nd ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Maramis, F. (2013). Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia (1st ed.).Jakarta.
Moeljatno. (2015). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: RINEKA CIPTA.
MPR, P. M. dan T. K. sosialiasi. (2015). Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI(5th ed.). Jakarta.
Soekanto, S (2014). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI PRESS.
Soekanto, S. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (1st ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soeroso, R. (2013). Pengantar Ilmu Hukum (satu). Jakarta: Sinar Grafika.
Sugiyono. (2016). METODE PENELITIAN Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA (*)

error: Maaf Konten Di Proteksi