Lubuk Linggau, BLLG — Viralnya penutupan kedai non halal di Kota Lubuk Linggau di media sosial, mendapatkan reaksi keras dari Ketua Yayasan Perlindungan Hukum Pelaku Usaha Indonesia (YPHPUI) Andika Wira Kesuma, S.H.,M.H.
Saat ditemui di kantor hukumnya pengacara kondang Andika Wira Kesuma SH.,MH didampingi Wakil ketua YPHPUI Indonesia, Rah Zainal, merasa hal ini sedikit lucu, mengapa harus ada penutupan, menurutnya seharusnya pemerintah melakukan pembinaan bukan malah sebaliknya.
“Perlu kita ketahui, Lubuklinggau itu tidak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang memadai, kalo seperti ini terus, pasti investor kapok datang lagi. Tentunya hal ini bertentangan dengan Pasal 7 Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun,” ujar Andika.
Dirinya juga menjelaskan setiap orang harus diperlakukan sama di bawah hukum tanpa memandang ras, gender, kebangsaan, warna kulit, etnis, agama, difabel, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau bias. Dalam konstitusi Indonesia dengan tegas memberikan jaminan adanya persamaan kedudukan.
Kemudian dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (1) : ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Lebih lanjut, Andika menjelaskan dalam menjalankan usahanya pelaku usaha telah menjadi pelaku usaha yang baik sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 40 tahun 1999 pasal 7 ayat 1, 2 dan 3 :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
“Yang mana pelaku usaha telah menulis dengan jelas bahwa makanan non halal dan disertakan logo gambar binatang yang non halal yang mana dengan tujuan apabila ada yang buta huruf dengan melihat gambar hewan non halal dapat mengerti bahwa rumah makan itu non halal. Mereka sadar dan tau bahwa resto tersebut bukan tempat orang muslim dan juga setelah melihat dari daftar menu sudah sangat jelas bahwa menu pun di tulis nama hewan non halal,” tegas Andika.
Mengenai katanya harus memiliki izin BPOM harus dipahamin bahwa produk makanan yang tidak perlu izin edar BPOM seperti :
1. Pangan Olahan dari Industri Rumah Tangga;
Produk makanan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga tidak wajib memiliki izin edar BPOM.
2. Pangan olahan dengan masa simpan kurang dari 7 hari. Produk makanan olahan yang memiliki masa simpan kurang dari 7 hari juga tidak memerlukan izin edar BPOM.
3. Pangan olahan yang Diimpor dalam jumlah kecil. Produk makanan olahan yang diimpor dalam jumlah kecil untuk keperluan seperti sampel, penelitian, atau konsumsi sendiri juga tidak perlu izin edar BPOM.
4. Pangan olahan yang digunakan sebagai bahan baku. Produk makanan olahan yang digunakan sebagai bahan baku dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir tidak memerlukan izin edar BPOM.
5. Produk makanan olahan yang dikemas dalam jumlah besar dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir juga terbebas dari izin edar BPOM.
6. Pangan yang dikemas di hadapan pembeli. Produk makanan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai permintaan konsumen juga tidak perlu izin edar BPOM.
7. Pangan siap saji. Produk makanan siap saji juga tidak harus memiliki izin edar BPOM.
8. Pangan dengan Pengolahan Minimal (Pasca Panen). Pangan yang hanya mengalami pengolahan minimal seperti pencucian, pengupasan, pengeringan, penggilingan, pemotongan, penggaraman, pembekuan, pencampuran, dan/atau blansir serta tanpa penambahan BTP, kecuali BTP untuk pelilinan, juga tidak memerlukan izin edar BPOM.
“Dan harus dipahami mana yang harus memiliki izin BPOM mana yang tidak. Dan juga mengenai harus mendapatkan izin dari masyarakat itu kalo bentuk usaha yang beresiko, dan ini tidak beresiko terhadap masyarakat mengenai dampak usaha tersebut, sehingga merugikan masyarakat banyak dan pelaku usaha harus sama dimata hukum,” tambah Andika.
Dia semakin mempertegas dengan dalil sesuai dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-undang Republik Indonesia, tepatnya hak dan kewajiban dalam Pasal 27 Ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945, yaitu :
• Pasal 27 ayat 1 : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
• Pasal 27 ayat 2 : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
“Dengan ini kami dari kantor Hukum Andika Wira Kesuma SH.,MH dan Yayasan Perlindungan Hukum Pelaku Usaha Indonesia, sangat menyayangkan dengan tindakan arogansi dan sarat akan kepentingan salah satu oknum ormas saja. Negara kita adalah negara hukum yang berlandaskan UU dan Pancasila,” pungkas Andika. (*)