Lubuklinggau,BLLG-Menjelang Hari Raya Idulfitri atau Lebaran, biasanya muncul jasa penukaran uang baru di pinggir-pinggir jalan.
Adapun tarif yang dipatok untuk jasa penukaran uang baru tersebut beragam. Namun umumnya sih, tergantung dari jumlah uang yang akan ditukar.
Persoalannya, ada yang berpendapat bahwa hukum menukar uang baru jelang Lebaran adalah haram lantaran masuk dalam kategori riba. Namun, benarkah demikian?
Dilansir dari situs resmi NU Online, (11/4/2022) lalu, pada dasarnya memang ada pro-kontra mengenai hukum penukaran uang baru. Jika dalam praktik penukaran uang baru yang menjadi objeknya adalah uang, maka ia bisa menjadi haram karena masuk dalam kategori riba.
Akan tetapi, apabila objeknya adalah jasa orang yang menyediakan uang, maka hukum menukar uang baru saat Lebaran boleh-boleh saja menurut Islam.
Dalam konteks ini, NU menegaskan bahwa tarif yang harus dibayarkan saat menukar uang di pinggir jalan diniatkan untuk membayar jasa, bukan uangnya.
Pembayaran tarif pada jasa itu sendiri disebutkan dalam Alquran perihal perempuan sebagai penyedia jasa ASI, bukan jual-beli asi seperti yang tertuang dalam surat At-Thalaq ayat 6 berikut ini:
“Allah berfirman: bila mereka telah menyusui anakmu, maka berikan upah kepada mereka.”
Abu Bakar Al-Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar pun menjelaskan, Allah SWT mengaitkan upah di situ dengan aktivitas menyusui, bukan pada asinya.
Nah, lalu berapa tarif yang wajar dipatok untuk jasa tersebut? NU berpendapat tarif jasa penukaran uang baru tidak diatur dalam fiqih. Namun, baiknya tarif jasa disesuaikan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. (*)