Hukum  

Mengenal Delik Pers Dalam Perkara Pidana

Kemajuan teknologi informasi pada era digital tidak diragukan lagi, setiap orang dapat mencari dan mengakses informasi apa saja yang diinginkan melalui internet.

Dalam hal pemberitaan, lembaga pers mengalami persaingan ketat seiring dengan kemunculan-kemunculan lembaga pers media siber.

Saat ini, pemberitaan melalui media siber banyak digandrungi masyarakat karena lebih mudah dan efisien untuk diakses. Kemudahan ini didukung dengan adanya kebebasan pers yang memungkinkan wartawan secara leluasa untuk mencari dan mengelola informasi untuk disebarkan kepada masyarakat. Kebebasan ini tetap dikontrol oleh Kode Etik Jurnalistik yang mengikat wartawan agar bekerja sesuai dengan SOP yang berlaku.

Menurut Survei Dewan Pers terhadap Indeks Kebebasan Pers tahun 2022, Indonesia mengalami kenaikan sebanyak 1,86 poin dibandingkan tahun 2021 lalu. Namun kebebasan pers yang diberikan ini rentan disalahgunakan dan berakhir dengan tuntutan hukum, yang disebut delik pers.

Delik pers adalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pers. Pers yang dimaksudkan bukan hanya lembaga pers, namun juga masyarakat umum.

Disebut delik pers karena jurnalis dan pers adalah kelompok profesi yang memiliki definisi yang berdekatan dengan usaha penyiaran, pertunjukan, pemberitaan, dan sebagainya. Sehingga unsur delik pers lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai delik pers ini yang terbagi atas 2 jenis, delik aduan dan delik biasa.

Delik aduan yaitu apabila ada yang merasa terganggu atau mengadukan produk pers ke pihak yang berwajib maka akan dilakukan proses hukum terhadap karya tersebut. Delik aduan ini bersifat menyerang, menghina, dan fitnah terhadap seseorang.

Sedangkan delik biasa akan melalui proses hukum tanpa adanya pengaduan. Umumnya pasal yang mengatur tentang delik biasa ini merupakan pernyataan permusuhan dan penghinaan kepada pemerintahan Indonesia dan negara lain, penghasutan, kesusilaan, penghinaan terhadap agama, dan pembocoran rahasia negara.

Karya jurnalistik yang dikategorikan sebagai delik pers adalah jika ada gagasan yang dipublikasikan melalui barang cetak, gagasan yang dimuat dan disebarluaskan melanggar hukum dan dapat dipidanakan, serta gagasan dapat dibuktikan publikasinya. Jurnalis yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawabannya apabila jurnalis tersebut telah mengetahui isi dan tulisan yang ia buat, dan sadar dengan konsekuensi pidana tulisannya.

Salah satu pasal dalam KUHP yaitu pasal pencemaran nama baik sempat menjadi perbincangan dalam beberapa kalangan yang menganggap pasal pencemaran nama baik dalam KUHP tersebut dianggap “pasal karet” yang dapat menjadi alat untuk membungkam kebebasan berpendapat dan mematikan kemerdekaan pers. Namun sebagian ahli menganggap pasal itu masih relevan dan tidak perlu dicabut. Pasal pencemaran nama baik ini bisa menjadi alat untuk mengriminalisasi pers. (*)

Penulis: LorenzaEditor: Rah Zainal
error: Maaf Konten Di Proteksi