POLISI DAN MENGAPA KITA TETAP HARUS PERCAYA

Oleh : Bayu Pratama Sembiring

KEPOLISIAN Republik Indonesia sedang menjalani ujian maha penting sepanjang perjalanannya mengemban amanat UUD 1945 Pasal 30 ayat (4), bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Ia kini sedang diuji, berat, amat berat. Citra humanis Polri yang sebata demi sebata dibangun merangkak dari bawah, harus runtuh, hancur berantakan karena ulah oknum anggotanya. Polri harus mulai dari start awal membangun kepercayaan masyarakat. Meski tak sedikit yang masih percaya, banyak juga rakyat negeri ini yang mulai tega mengumbar sumpah serapahnya kepada institusi yang selama ini 24 jam melindungi dirinya. Ya, karena satu orang bernama Ferdy Sambo. Seorang Jenderal Bintang Dua yang membunuh dengan membabi buta ajudannya yang masih berpangkat brigadir. Jauh, masih jauh perjalanan brigadir itu di dunia kepolisian. namun apalah daya, harapan berhak diandaikan manusia, namun Tuhan tidak wajib mengabulkannya. Dia punya ceritanya sendiri.

Mencuatnya kasus, terkuaknya skenario kelam, banyaknya pihak yang terlibat, puluhan yang sudah ditangkap, ditambah bumbu-bumbu penyedap sajian ala media masa dan media sosial, mekarlah rasa apatis terhadap kepolisian. Bertaburan, entah berapa banyaknya, teori-teori konspirasi tentang polisi. Liar, semakin liar, bahkan Kapolri pun ikut pusing, Presiden angkat bicara, dan terutama para SJW-SJW oposisi pemerintah semakin membabi buta menyiarkan analisa-analisanya, bak ahli, semua dikomentari.

Tak cuma dikalangan elite warga Ibu Kota, bahkan isu Ferdy Sambo yang dianggap representasi semua anggota Polri saat ini, juga mampir ke kampung-kampung. Kemarin, saat menghadiri acara tahlilan tetangga yang meninggal, saya mendengar bisik-bisik dua orang dewasa yang menunjuk satu anggota Polri yang hendak berangkat tugas piket dengan ucapan (yang sedikit mengejek menurut saya) “anak buah Sambo”. Damn! Dia salah apa?

Ditambah lagi saat ini, berita-berita kasus kriminal yang dilakukan anggota Polri bak jadi cendawan di musim hujan. Masyarakat tak takut-takut lagi menyiarkan kejahatan oknum itu. Bahkan sekedar share berita pun tak apa. Kepercayaan yang kian runtuh itu semakin bertambah hancur tatkala berita-berita kejahatan oknum anggota Polri terus bermunculan.

Arogansi oknum polisi yang menampar seorang pria berbaju dinas Polisi Militer (PM) di Palembang, oknum Polisi yang membakar pacarnya sendiri di Muara Enim, belum lagi PPATK yang menemukan aliran dana judi ke rekening oknum Polisi, pengakuan mengejutkan mantan Kapolres Oku Timur yang mengungkapkan ada setoran Rp300 Juta – Rp500 Juta yang harus ia sediakan ke atasan setiap bulan, dan terbaru oknum polisi anggota Jatanras Polda Sumsel ditangkap karena menjadi pemilik lahan gudang penimbunan BBM jenis solar yang meledak, membuat masyarakat jengah, muak, jijik, dengan terlalu banyaknya penggunaan kata ‘oknum’ membuat pusing, lagi-lagi oknum, bahkan sekaliber Najwa Shihab sudah tak lagi menggunakan kata oknum dalam opininya, ia melakukan kampanye agar masyarakat jangan mau ditakut-takuti Polisi, seperti Polisi ini menakutkan sekali citranya. Semua kejahatan itu tiap hari dicekoki di dalam otak kita.

Tetapi kawanku, dengan semua itu, apakah sudah pantas dan layak kita memandang dengan tatapan busuk kepada institusi ini? Apakah kebaikan-kebaikan itu sudah bisa tertimbun dengan kasus-kasus buruk itu?

Polri memang tidak sempurna, sayapun terkadang kesal dengan pola pelayanannya, jengkel dengan oknumnya, terap harus kita kritisi dan awasi terus, tapi itu tidak menutup mata saya untuk mengakui bahwa saya masih butuh Polri.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah polisi paling banyak di dunia. Berdasarkan laporan Kepolisian RI, jumlah personelnya tercatat sebanyak 434.135 orang. Kawanku, sebanyak itu anggota Polri tidak mungkin engkau tidak menemukan kebaikan dari salah satunya.

Kawanku, masih banyak Polisi baik di luar sana, mereka yang bersedia mengamankan 24 jam waktu kita. Jangan buang waktu untuk menggerutui yang buruk, mulailah mengapresiasi mereka yang berdedikasi. Betul kita harus tetap awasi, namun jangan sampai menghakimi satu institusi.

Institusi Polri ini adalah institusi yang sangat besar, lembaga satu-satunya yang menangani kejahatan sipil. Dia memiliki absolute power. Ya, dia memang rentan. Adagium ‘Power Tenda to Corrupt, Absolute Power, Corrupt Absolutely’ setali tiga uang dengan keadaan Polri. Kekuasaan tunggal ini membuat siapapun akan buat dalam kekuasaannya. Untuk itulah kita pun harus menyadari kondisi ini. Dan mulai bersinergi bersama Polri untuk tetap membangun institusi yang dipercayai.

Tak cukupkah Aipda Made Pande Setiawan yang rela bercucuran peluh demi membantu sopir truk boks mengganti ban di perempatan Jalan Raya Lukluk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, membuatmu percaya masih ada polisi baik?

Atau peran AKP Mahrus Munir, Komandan Kompi (Danki) 1 Batalion A Pelopor Satuan Brimob Polda Maluku Utara itu yang ringan tangan membantu sesama, menyisihkan hartanya untuk diinfakkan ke pesantren?

Atau Bripka Sony, Bhabin Desa Selopuro, Blitar yang selalu siaga 24 jam dalam urusan membantu warga, ia juga kerap meminjamkan kendaraan pribadinya secara sukarela untuk keperluan warga. Bripka Sony, yang akrab disapa Mas Bhabin, dikenal sebagai seorang yang supel dan ramah. Gayanya tak pernah berubah, selalu menyapa para warga yang berpapasan dengannya.

Bagaimana dengan kisah Bripka Mujadi, Bhabinkamtibmas Kelurahan Bokoharjo, Polsek Prambanan, Sleman. Bripka Mujadi dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa sosial tinggi dengan mendirikan koperasi untuk membantu warga yang terjerat utang dan mengajarkan masyarakat bersedekah.

Oh, atau kisah inspiratif almarhum Aiptu Jailani, anggota Sat Lantas Polres Gresik sejak tahun 1999 yang tak tebang pilih menindak pelanggar lalu lintas. Bukan cuma istrinya sendiri, Aiptu Jailani disebut juga pernah menilang pejabat seperti anggota DPR dan KPK. Dia tidak mau meluluskan pemohon SIM dengan membayar uang sogok. Harus tes, dan dia siap membimbing.

Atau yang dekat Kisah polisi anggota Bidang Humas Polda Sumatera Selatan (Sumsel), Aipda Muhammad Aliudin. Ia diapresiasi karena program berbagi Al-Qur’an untuk Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di Sumsel.

Dan masih banyak lagi cerita inspiratif dan membangun para anggota Polri. Yang kalau kita cari, tak cukup waktu kita untuk membahas semuanya. Tak cukupkah kisah itu menjadi motor hati untuk tetap percaya bahwa Polri masih akan selalu ada untuk melayani dan mengayomi masyarakat? Kawanku, memang kejahatan harus mendapat hukumannya, namun jangan sampai itu menjadi pemicu untukmu menjadi pembenci, padahal ada orang-orang baik yang masih harus kira apresiasi.

Saya percaya dan tetap ingin Kepolisian Republik Indonesia selalu ada menjaga kami dalam tidur dan sadar kami. Polisi, dulu dan sekarang tidaklah berubah, dia tetap menjadi lawan dari kejahatan. Meskipun kejahatan itu berasal dari tubuh Polri sendiri, bukankah yang menangkap juga anggota Polri? Ya, merekalah lawan kejahatan itu, para polisi baik yang menangkap penjahat meski itu temannya sendiri.

Pada akhirnya, saya tidak ingin mengajak siapa-siapa untuk melakukan ini atau itu, saya hanya menyampaikan kegelisahan saya terhadap banyak pendapat yang mulai tidak terkendali. Polri anggotanya adalah manusia, tentu akan ada salah yang dilakukannya. Namun fokuslah pada memaafkan meski sulit untuk melupakan. Dan satu hal yang harus kita pahami, bahwa pada dasarnya, kita juga melakukan kejahatan yang sama, namun caranya saja yang berbeda.

error: Maaf Konten Di Proteksi