PENGELOLAAN SUMBERDAYA PANTAI DAN LAUT MELALUI PEMBERDAYAAN KEARIFAN LOKAL

 

Oleh: Siti Marsya Faizar 

(Program Studi Pendidikan Biologi Universitas UIN Raden Fatah Palembang)

Pesisir dapat di definisikan sebagai wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Menurut penulis Sumberdaya Pantai dan laut merupakan aset yang sangat berharga bagi kehidupan manusia dan ekosistem global secara keseluruhan. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan aktivitas manusia di sekitar wilayah pesisir dan laut telah menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap ekosistem tersebut. Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan pengelolaan yang holistik dan berkelanjutan sangat diperlukan. Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah pemberdayaan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pantai dan laut. Kearifan lokal merujuk pada pengetahuan, kebijakasanaan dan praktik-praktik tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu komunitas tertentu. Kearifan lokal mencakup pemahaman yang mendalam tentang ekosistem, siklus alam dan cara beriteraksi dengan lingkungan sekitar. Hal ini mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk pengelolaan sumberdaya alam seperti sumberdaya pantai dan laut.

Sumberdaya alam utama di kawasan pesisir meliputi hutan mangrove, pandang lamun dan terumbu karang beserta ekosistemnya. Ketiga ekosistem ini menyediaan jasa lingkungan yang dibutuhkan bagi kehidupan masuia dan lingkugan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam menurut penulis difenisinya adalah usaha manusia dalam mengubah ekosistem untuk memperoleh manfat masksimal dengan mengupayakan kesinambungan produksi dan menjadim kelestarian sumberdaya tersebut. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir pada hakekatnya adalah suatu proses pengentrolan tidakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secra bijaksanaan dengan mengidahkan kaidah kelestarian lingkungan Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dilakukan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian

 

kemampuan dan daya dukung lingkungan yang tersedia. Secara ideal pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan hidupnya harus mampu menjamin keberlangsungan fungsi ekologis guna mendukung keberlanjutan usaha perikanan pantai yang ekonomis dan produktif. Keberlanjutan fungsi ekologis akan menjamin eksistensi sumberdaya serta lingkungan hidup ikan

Sedangkan istilah Pemberdayaan masyarakat merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh suatu pihak yang berkepentingan untuk menjadikan masyarakat bekerja melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan alam serta potensinya untuk menjadi masyarakat yang mandiri. Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan pesisir sangatlah krusial, hal ini dikarenakan masyarakat merupakan pihak yang bersentuhan langsung dengan lingkungan pesisir.

Masyarakat harus memiliki kemampuan dan pengetahuan terkait pengelolaan lingkungan agar dapat mengelola dan menjaga sumber daya alam yang ada disekitarnya. Pemberdayaan masyarakat harus bersifat bottom up dan terbuka, namun yang terpenting dari pemberdayaan itu ialah harus menjangkau anggota kelompok sasaran secara langsung. Maka demikian, pemberdayaan masyarakat menjadi upaya penting dalam pengelolaan potensi sumber daya pesisir.

Mengacu pada Undang-undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan Pasal 2 menyebutkan bahwa, “pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan pemerataan keterpaduan, keterbukaan, efisisensi dan kelestarian yang berkelanjutan”. Kemudian dalam Pasal 6 Undang-undang No 31 Tahun 2004 menyebutkan “pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat”. Selanjutnya dalam Pasal 60 merupakan bagian penting dalam Undang Undang Perikanan yang mengatur hak masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Perairan masyarakat memiliki hak akses maupun hak pengelolaan.

Jika merujuk pada undang-undang tersebut konsep pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut lebih tepat kepada konsep pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat, dengan memfungsikan kembali adat kebiasaan masyarakat setempat dalam mengelola sumberdaya mereka yang secara turun-temurun telah ada dan efektif dilakukan pada wilayah tersebut yang biasa disebut dengan kearifan lokal, sehingga pengawasan terhadap pelaksanaan lokal pun lebih efektif dan semakin kuat karena dilakukan oleh masyarakat secara lembaga.

Menurut temuan Tabita, Faris, Nurliana, Santoso, Sahadi, Humaedi, Budi, dan Meilanny (2023) dalam artikel jurnalnya mengenai penelitiannya yang berjudul “Jaga Pesisir Kita : Pengelolaan Potensi Lingkunga Pesisir Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di Pagempag, Di Kecamatan Muara Badak”. Realita terkait permasalahan lingkungan pesisir tersebut memberi peringatan agar semua pihak menyadari tentang pentingnya pengelolaan wilayah pesisir. Dalam menghadapi kompleksitas masalah pesisir tersebut, pendekatan terpadu dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengelola potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (PWPT) adalah suatu proses dinamis yang mengambil posisi secara berkesinambungan dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan, perlindungan, dan pengembangan wilayah laut serta sumber daya air. Penelitia tersenut menemukan hasil bahwa Perubahan sosial berkembang secara dinamis dikala tuntutan zaman semakin beragam.

Keadaan sosial yang saat ini disoroti salah satunya dalam dunia bisnis ialah hubungan perusahaan dengan masyarakat. Keduanya merupakan unsur penting dalam berkehidupan sosial, terutama pada kontribusinya terhadap pembangunan negara. Realita sosial menunjukkan bahwa perusahaan dan masyarakat selalu hidup berdampingan, oleh karena itu perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial perusahaan seringkali disebut sebagai CSR (Corporate Social Responsibility).

Dalam kegiatan CSR ini, perusahaan bekerja untuk mengurangi dampak negatif yang diakibatkan dari aktivitas bisnis mereka pada masyarakat dan lingkungan serta memiliki peran untuk meningkatkan dampak positif. Sehingga pengimplementasian kegiatan CSR harus dilakukan secara terarah dan berorientasi kepada pembangunan masyarakat berkelanjutan. Kehidupan masyarakat pesisir tidak terlepas dengan kearifan lokal wilayah setempat. Kearifan lokal (local wisdom) adalah pengetahuan yang lahir didalam suatu masyarakat sebagai turunan pengetahuan yang terintegrasi dengan pemahaman atas budaya dan lingkungan sekitar.

Sekitar 70 persen luas wilayah kepulauan Indonesia didominasi oleh wilayah laut. Kondisi wilayah laut yang begitu luas, seharusnya membuat masyarakat pesisir yang tinggal disekitarnya memiliki hidup makmur dan sejahtera, tetapi tidak demikian, masyarakat pesisir masih tergolong sebagai kelompok tertinggal dan berada dalam posisi marjinal. Namun kini, wilayah pesisir telah menjadi perhatian karena memiliki potensi untuk pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan temuan tersebut penulis berpendapat, seiring dengan pertumbuhan populasi manusia dan aktivitas ekonomi yang meningkat disekitar wilayah pesisir dan laut, terdapat berbagai tantangan dalam pengelolaan sumberdaya pantai dan laut. Beberapa tantangan utama meliputi overfishing, degradasi habitat, polusi laut dan perubahan iklim. Semua ini telah menyebabkan penurunan drastis dalam keanekaragaman hayati laut dan mengancam kesejahteraan manusia yang bergantung pada sumberdaya ini. Beberapa pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya alam kawasan pesisir yakni meliputi : pertimbangan ekonomis, pertimbangan dari aspek lingkungan dan pertimbangan sosial budaya. Pertimbangan ekonomis menyangkut penting tidaknya untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari, penghasil barang-barang yang dapat dipasarkan, merupakan aset lokal, nasional atau internasional serta merupakan aset pariwisata yang dapat mengahasil uang selain berupa barang.

Daerah pantai saat ini dan masa mendatang menjadi pusat pertumbuhan baru dan tumpuan harapan pengembangan sumberdaya alam bagi keberlanjutan pembangunan. Paling tidak ada tiga hal yang menjadi faktor pendorong sehingga pesisir menjadi pilihan pembangunan dan sumber daya alam. Permasalahan pantai dan laut adalah ancaman terhadap keanekaragaman hayati. Kegiatan manusia memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial telah mengeksploatasi lingkunga dan sumberdaya alamnya termasuk penggunaan teknologi. Sebagai contoh, peningkatan produksi panga untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk membutuhkan sumberdaya lahan yang mengandung unsur-unsur hara tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Masyarakat pesisir meliputi penduduk yang bermukim dan beriteraksi dengan lingkungan hidup pesisir. Idetitas tempat tinggal dalam hal ini alam pesisir menjadi unsur pengikat yang pentig dan dapat membedakan suatu masyarakat dari satuan sosial lainnya. Masayrakat pesisir dicirkan pula oleh sikap mereka terhadap alam dan terhadap sesama manusia. Didalam konteks ekologi manusia, umumnya masyarakat pesisir ini tunduk kepada alam, menjaga hubungan selaras dengan alam, menjaga hubungan selarras dengan alam, dan mereka memandang bahwa alam memiliki kekuata magis. Laut adalah dunia khusus elayan yang harus dipahamai dan diperlakukan dengan baik.

 

Pemberdayaan kearifan lokal memiliki peran yang krusial dalam pengelolaan sumberdaya patai dan laut. Kearifan lokal menawarkan pemahaman yang mendalam tentang ekosistem dan cara-cara tradisional dalam memanfaatkannya secara berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat lokal dalm proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan, pengelolaan sumberdaya pantai dan laut dapat mejadi lebih efektif dan berkelanjutan. Masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang uik tetang perilaku spesies lokal, musim dan pola alam lainnya yang sangat berharga dalam upaya konservasi.

 

Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap alam. Masyarakat adat umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan ditumbuh-kembangkan terus- menerus secara turun temurun. Kerarifan lokal bersifat histories tetapi positip. Nilai- nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan secara lisan kepada generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak menerimanya secara pasif dapat menambah atau mengurangi dan diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan dari system lingkungan hidup atau sistem ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan tercermin pada keputusan yang bermutu prima. Tolok ukur suatu keputusan yang bermutu prima adalah keputusan yang diambil oleh seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan cara menelusuri berbagai masalah yang berkembang dan dapat memahami masalah tersebut. Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran dari yang menolak keputusan sampai yang benar- benar setuju dengan keputusan tersebut. Aturan-atuaran/tradisi masyarakat ini diwarisi secara turun temurun yang disebut juga sebagai hukum adat dan berlaku bagi masyarakat pesisir. Kenyataannya, nilai-nilai kearifan lokal dan hukum adat tersebut cukup efektif dalam pengelolaan sumberdaya alam kelautan dan perikanan, dan menjaga pelestarian ekosistem laut dari berbagai aktivitas yang bersifat destruktif dan merusak.

Berdasarkan temuan penelitian yag dilakukan oleh Saiful dan Agela Ruban (2021) mengenai “Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Berbasis Kearifan Lokal Di Negeri Haruku Kabupaten Maluku Tengah” yang terbit dalam jurnal IPTEKS. (*)

error: Maaf Konten Di Proteksi