Korupsi Dana Desa, Mantan Kades di Muratara Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Kejaksaan Lubuklinggau

LUBUKLINGGAU – Mantan Kepala Desa (Kades) Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan yakni Saharudin hanya bisa menutupi wajahnya pakai buku saat dirinya digiring untuk dilakukan penahanan di Lapas oleh pihak Kejaksaan Negeri Lubuklinggau.

Saharudin ditetapkan pihak Kejaksaan Negeri Lubukinggau sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan Desa Lubuk Mas tahun 2020 dan 2021 pada Rabu, 8 Januari 2025 sore. Korupsi tersebut mengakibatkan hiutngan kerugian negara untuk sementara berkisar Rp 856.013.150.

“Hari ini, sore ini kami melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama Saharudin Terkait dugaan tindak pidana korupsi yang diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf d, ayat 2 dan 3 Undang-undang tindak pidana korupsi,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau Anita Asterida.

Menurutnya, proses penyelidikan perkara ini memang memakan waktu yang cukup lama. Dimana tadinya pihak Kejaksaan berharap proses ini berlangsung tidak melewati tahun 2024. Namun dalam hal ini Kejaksaan baru dapat melakukan permintaan keterangan kepada saksi-saksi pada hari Jumat yang dikarenakan saksi saat itu saksi Tidan pergi ke ladang atau sawah.

“Nah dari sekian banyak yang sudah kami mintai keterangan ini masih juga ada beberapa yang belum selesai kami minta Keterangan, kurang lebih hanya sekitar sepertiga saksi saja,” ujarnya.

Namun demikian, pihak Kejaksaan tetap melakukan penahanan terhadap tersangka meskipun ada surat permohonan untuk tidak dilakukan penahanan.

“Kami tetap berpendapat dan tetap melakukan penahanan karena tersangka ini tidak kooperatif sejak awal. Lalu juga ada unsur atau niat yang mempengaruhi beberapa saksi, sehingga kami tidak bisa memintai keterangan bahkan surat pernyataan,” jelasnya.

Kemudian diungkapkan, dalam kasus korupsi ini untuk sementara perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh penyidik pada tahun 2020 berkisar Rp 403.800.000 dan tahun 2021 Rp 452.213.150.

“Jadi di dua tahun ini kerugian keuangan negara berkisar Rp 856.013.150,” terangnya.

“Ini belum seluruhnya, karena beberapa saksi sangat sulit kami mintai keterangan bahkan surat pernyataan. Karena dikumpulkan atau dipengaruhi oleh tersangka,” bebernya.

Kata Kajari, diharapkan dengan penahanan ini pihaknya bisa melanjutkan proses baik terhadap tersangka dan beberapa saksi yang belum selesai dimintai keterangan.

“Nah yang dilakukan tersangka ini adalah mengelola anggaran dana desa secara mandiri artinya tersangka tidak melibatkan aparatur yng lain. Dan tersangka tidak memberikan BLT sesuai yang seharusnya diterima oleh para penerima BLT, lalu tidak membayar jasa marbot, honor guru Paud dan sebagainya,” timpal Kajari.

“Memang kalau dilihat secara detail tidak besar tetapi begitu untuk 1 tahunnya inilah jumlah yang dilakukan oleh tersangka melakukan kerugian keuangan negara,” imbuhnya.

Sebab kata Kajari, pihaknya dalam melakukan penyidikan kasus ini harus satu persatu memintai keterangan saksi untuk memastikan betul-betul tidak menerima atau menerima tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima.

“Kalau kita bisa mengumpulkan semua keterangan atau surat pernyataan dari saksi-saksi kalau dihitung hampir Rp 1 miliar sebetulnya. Jadi karena itu hari ini tetap kami lakukan penahanan, bukan mengesampingkan atau tidak punya jiwa kemanusiaan yang katanya sakit tapi Dokter yang memeriksa yang bersangkutan sehat-sehat saja,” katanya.

Namun demikian, pihaknya juga berharap agar bisa menyelesaikan dengan tuntas dengan memintai keterangan saksi-saksi dan surat pernyataan.

“Karena artinya tersangka tidak bisa lagi mempengaruhi orang disekitarnya yang memang harusnya menerima dan tidak menerima,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, dalam proses ini pihaknya tidak ada prinsip tebang pilih. Namun sambungnya, ketik lid (penyelidikan) misalnya kooperatif dan pihaknya menyampaikan bahwa dia (tersangka) menyebabkan kerugian keuangan negara dan dia dengan itikad baik mau mengembalikan, tentu akan berbeda situasinya.

“Tapi karena sudah masuk penyidikan kalaupun nanti dia punya itikad baik, penyidikan dan proses harus tetap berlanjut sampai dengan penuntutan. Jadi tidak ada niatan atau kami membeda-bedakan atau tebang pilih, tidak. Kami selalu berprinsip, memang kami harus humanis dan pengembalian kerugian negara itu menjadi prioritas juga,” pungkasnya. (*)

error: Maaf Konten Di Proteksi